Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Januari 2009


RADANG PARU _PARU

Dedy Syarif

Radang Paru-paru (Pneumonia) Radang paru-paru adalah penyakit yang cukup sering disebutkan oleh dokter pada pasiennya, namun sulit dibayangkan seperti apa penyakit itu oleh orang awam. Radang paru-paru adalah penyakit yang bisa fatal akibatnya, contohnya adalah flu burung yang merupakan salah satu bentuk radang paru-paru & sudah mengakibatkan banyak korban meninggal. Radang paru-paru sebetulnya adalah semua jenis infeksi yang menyerang paru-paru (gelembung paru & jaringan di sekitarnya), yang bisa diakibatkan oleh berbagai macam kuman. Penyakit ini bisa didahului oleh infeksi hidung & tenggorokan lalu menyerang ke paru-paru beberapa hari setelahnya. Tempat tertularnya infeksi menjadi hal yang penting untuk dokter dalam menentukan diagnosis & pengobatan terhadap pasien radang paru-paru, apakah yang didapat dari lingkungan (CAP) atau yang didapat dari rumah sakit (HAP). HAP adalah salah satu ‘pembunuh utama’ pasien-pasien yang dirawat inap di rumah sakit. Penyakit ini juga menjadi ‘ancaman utama’ bagi penderita penyakit-penyakit menahun, usia tua/terlalu muda (bayi), terus-menerus di tempat tidur, tidak sadarkan diri dalam waktu lama, lumpuh, atau terganggu sistem pertahanan tubuhnya. Hal-hal yang mempermudah terjadinya penyakit ini adalah jika orang tersebut perokok, sering minum minuman beralkohol, punya penyakit kencing manis, gagal jantung, atau penyakit paru obstruktif kronik. Radang paru-paru mudah menular ke orang-orang di sekitar penderitanya lewat air liur & cairan yang keluar dari hidung penderita, termasuk ketika penderita batuk/bersin, atau menggunakan alat makan-minum & sapu tangan secara bersama-sama. Gejala dari penyakit ini bisa bermacam-macam, tergantung dari usia & jenis peradangan yang terjadi. Gejala-gejala umum yang sering ditemui adalah demam, menggigil, batuk berdahak, nafas cepat, nafas dengan suara mengi/mengorok, sesak nafas yang disertai gerakan dada yang tidak normal, muntah, nyeri dada, nyeri perut, nafsu makan menurun, sampai bibir & ujung jari kebiruan. Radang paru-paru harus ditangani oleh dokter meskipun tidak harus dirawat inap di rumah sakit. Segera bawa ke rumah sakit jika penderita mengalami nafas cepat/sesak nafas, demam yang sangat tinggi (di atas 39 derajat Celcius), atau bibir/ujung kukunya menjadi pucat kebiruan. Pada pemeriksaan dokter, pasien radang paru-paru mengalami beberapa gejala khas, terutama pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop untuk mendengarkan suara nafas yang pada pasien radang paru-paru menjadi tidak normal. Jika diperlukan, akan diminta pemeriksaan foto Rontgen dada & laboratorium untuk konfirmasi diagnosis radang paru-paru. Secara umum, pada pasien radang paru-paru diminta untuk istirahat & diberikan pengobatan sementara sesuai gejalanya. Misalnya, pada yang sesak nafas, diberikan bantuan tambahan oksigen. Pada pasien gagal nafas, diberikan bantuan nafas dengan alat bantu nafas (ventilator). Pasien juga diberikan obat yang dapat mengencerkan dahak & dilatih untuk bernafas dengan dalam. Pada pasien yang demam, diberikan obat penurun panas. Untuk pengobatan khusus, pengobatan disesuaikan dengan perkiraan kuman yang menyebabkannya. Jika yang menyebabkannya adalah bakteri, maka dokter memberikan antibiotik yang sesuai. Pasien dianjurkan untuk minum dalam jumlah yang cukup, juga makan makanan yang bergizi dalam porsi kecil tapi sering untuk menghindari pasien muntah. Beberapa kuman penyebab radang paru-paru dapat dicegah dengan vaksinasi. Contohnya adalah vaksinasi pneumokokus, hemofilus influenza tipe B, pertusis, virus influenza, & cacar air jika tersedia untuk orang-orang yang berisiko tinggi terkena penyakit-penyakit tersebut.

· Bronkitis Kronis (Peradangan Saluran Nafas Bawah Menahun) aku..
Kata ‘bronkitis’ sangat sering diucapkan oleh mereka yang mengalami penyakit paru, bahkan digunakan dengan salah, karena kata ‘bronkitis’ menjadi ‘kata halus’ untuk penyakit infeksi tuberkulosis (TBC) paru, padahal keduanya adalah penyakit yang berbeda.
Sebenarnya, bronkitis terdiri dari 2 macam, yaitu yang akut (segera) & kronis (menahun). Kali ini yang dibahas adalah mengenai bronkitis kronis.
Bronkitis kronis adalah penyakit peradangan dari saluran nafas (bronkus) di paru-paru yang menahun. Ketika saluran nafas mengalami peradangan, terbentuk dahak tebal di dindingnya, sehingga terjadilah batuk berdahak & sesak nafas menahun, kadang disertai nyeri dada.
Bronkitis kronis paling sering disebabkan oleh merokok, selain itu dapat juga disebabkan oleh pencemaran udara dalam waktu lama, misalnya cemaran kimia & debu di udara. Asap rokok atau pencemaran udara menyebabkan peradangan pada saluran nafas yang dalam waktu lama akan menyebabkan bronkitis kronis.
Kerusakan paru yang disebabkan oleh bronkitis kronis dapat terlihat pada pemeriksaan penunjang seperti tes fungsi paru, foto rontgen dada, & tes darah, yang biasanya diminta oleh dokter.
Pengobatan bronkitis kronis sebaiknya dengan petunjuk dokter. Sehingga, jika mengalami gejala batuk berdahak & sesak nafas dalam waktu lama, segera berkonsultasi dengan dokter langganannya. Ketika gejala-gejala tersebut muncul, dokter biasanya akan meresepkan obat-obat yang bersifat melebarkan saluran nafas sehingga sesak nafas dapat berkurang, biasanya dapat disertai obat pengencer dahak. Kadang, diperlukan pemberian oksigen untuk sesak nafas yang berat.
Obat antibiotik biasanya tidak diperlukan dalam pengobatan bronkitis kronis, terkecuali jika ditemukan infeksi saluran nafas yang menyertai, yang biasanya ditandai dengan demam & banyak dahak yang berwarna kuning atau hijau.
Cara untuk menghindari terkena bronkitis kronis atau kambuhnya penyakit tersebut adalah menghindari faktor pencetusnya. Jika bronkitis kronis disebabkan oleh merokok, berhentilah merokok. Jika disebabkan oleh pencemaran udara yang menyebabkan peradangan saluran nafas, hindari zat pencemar udara yang menyebabkan peradangan saluran nafas tersebut.
Selain itu, berolahraga secara rutin dapat membantu memperkuat otot-otot pernafasan sehingga penderita bronkitis kronis dapat bernafas lebih baik.

· Peradangan Saluran Cerna Atas (’Sakit Maag’) novita
Salah satu penyebab utama nyeri perut adalah peradangan di saluran cerna atas, yang sering disebut ’sakit maag’. Peradangan yang terjadi di saluran cerna berbentuk seperti borok di dinding saluran cerna.
Penyebab peradangan saluran cerna yang paling sering adalah infeksi kuman. Juga, produksi asam lambung yang meningkat dapat menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna. Selain itu, rusaknya dinding saluran cerna juga bisa diakibatkan oleh pemakaian obat-obatan yang dapat merusak dinding saluran cerna dalam waktu lama, seperti obat anti radang non-steroid (NSAID) yang sering diresepkan dokter untuk ‘nyeri sendi’. Perasaan tertekan (stress), baik secara fisik maupun emosi sebetulnya tidak menyebabkan kerusakan dinding saluran cerna, tetapi dapat memperberat peradangan yang sebelumnya telah ada.
Gejala dari peradangan saluran cerna dapat berupa nyeri akan bertambah setelah makan, nyeri yang berkurang setelah makan namun bertambah hebat dalam 1-2 jam berikutnya, nyeri perut ketika tidur sehingga terbangun, merasa cepat kenyang, rasa terbakar/panas di daerah perut, atau mual, kadang disertai muntah.
Baiknya, segera konsultasi ke dokter langganan/keluarganya jika mengalami gejala-gejala di atas. Dokter akan memberikan obat, jika dengan obat tersebut keadaan membaik, dokter akan menganggap gejala yang muncul sebagai peradangan di saluran cerna. Jika tidak membaik atau terus kambuh, dokter akan meminta berbagai pemeriksaan penunjang yang diperlukan, seperti laboratorium atau radiologi.
Jika peradangan tersebut diakibatkan oleh infeksi Helicobacter pylori, maka dokter akan memberikan antibiotik untuk membunuh kuman tersebut, ditambah obat yang dapat mengurangi produksi asam lambung atau melindungi dinding pencernaan yang meradang, jenisnya bermacam-macam.
Sedangkan pada peradangan yang diakibatkan oleh obat, maka penghentian penggunaan obat tersebut harus dilakukan, lalu diberikan obat yang dapat melindungi dinding saluran cerna yang meradang & mengurangi produksi asam lambung. Obat yang sama juga diberikan pada peradangan yang diakibatkan oleh produksi asam lambung yang berlebih.
Pada standar pengobatan terkini, sudah tidak digunakan lagi obat-obatan yang menetralkan asam lambung seperti Antasida karena pengobatan tersebut hanya mengurangi gejala, bukan mengobati penyebab peradangan di saluran cerna. Namun, obat-obatan tersebut dapat dibeli secara bebas, sehingga dapat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri ketika gejala peradangan saluran cerna muncul tiba-tiba. Obat golongan Antasida sebaiknya tidak digunakan dalam waktu lama, juga digabungkan dengan obat-obatan lain karena dapat menimbulkan reaksi yang merugikan tubuh.
Pola hidup & makan dapat mempengaruhi peradangan di saluran cerna. Minum minuman beralkohol & merokok dapat merusak dinding saluran cerna. Konsumsi kopi, teh, coklat, & beberapa bumbu masak dapat memicu rasa nyeri akibat peradangan yang telah ada. Coba makan dalam porsi/jumlah yang kecil, namun sering & bervariasi, jika penyakit ini sering kambuh. Gunakan obat demam/pengurang nyeri yang dapat merusak dinding saluran cerna dalam pengawasan dokter.

MERAIH KESUKSESAN DENGAN 7 B

MERAIH KESUKSESAN DENGAN 7 B

Dedy Syarif

Saudaraku kitasering mengukur kesuksesan itu dengan topeng dunia ; harta, gelar pangkat, jabatan kedudukan, popularitas dan penampilan, dan kita meraasa topengnya tidak sesuai keinginan dia akan sibuk untuk menghias topengnaya. Ada orng yang sangat sibuk dengan gelarnya smpai-sampai dia membeli gelar palsu,da dengan gelar palsu itu dia merasa bangga dengan terhormat, padahal dirinya sangat tidak terhormat.

Kesuksesan diri dengan menyesukseskan orang lain sehingga orang-orang disekitar kita merasa manfaat dengan ilmu, harta, dan kedudukan yang kita miliki.apalah artinya kita didunia dipuji tetapi diahirat dihina, seharusnya didunia terhormat dan diahirat mulia. Ketiak kita bahagia maka orang disekitar kita pun bahahgia.

Saudaraku rahasisa kesuksesan didunia 7B kalau dipakai insaallah sukses diri akan pula berpaen menyukseskan ornag lain, manfat didunia dan akhit adapun 7B itu adalah :

1. beribadah dengan benar

2. berahlak baik

3. belajar tiada henti

4. bekerja kera dengna dengan cerdas dan iklas

5. bersja dengn hidup

6. bantu dedama

7. besihkasn hati selalu.

Inilah ornga yang akan sukses, karen dia tidak menjdi sombong,apakah artintya kita mendapatkan banyak hal kalu kita tidak mendapat ridha dari allah karena kesombongan kiat. Dengan beribadah dengan benar, membuat kita demakin tawadhu, kokoh mengabdi kepada allah, hati tentram, hidup akn seimbang. ØزØØ wallahualam.

PENYAKIT JANTUNG KORONER: PATOFISIOLOGI, PENCEGAHAN, DAN PENGOBATAN TERKINI

Dedi Syarif
DEFINISI DAN PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER
I. Definisi
• Angina Pektoris Stabil (APS): sindrom klinik yang ditandai dengan rasa
tidak enak di dada, rahang, bahu, pungggung ataupun lengan, yang
biasanya dicetuskan oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini
dapat berkurang bila istirahat atau oleh obat nitrogliserin.
• Angina Prinzmetal: nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri koronaria,
sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan
jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama tiap harinya).
• Sindroma Kororner Akut (SKA):sindrom klinik yang mempunyai dasar
patofisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisur, ataupun robeknya plak
atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen
miokard. Yang termasuk dalam SKA adalah:
- Angina pektoris tidak stabil (APTS, unstable angina): ditandai dengan
nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih
lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru timbul
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
3
(kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan
setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tak stabil.
- Infark miokard akut (IMA): Nyeri angina pada infark jantung akut
umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walau
demikian infark jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20 sampai
25%). IMA bisa nonQ MI (NSTEMI) dan gelombang Q MI (STEMI).
II. Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami
kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain: faktor hemodinamik seperti
hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap
rokok, diet aterogenik, penigkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C.
Di antara faktor-faktor risiko PJK (lihat Tabel 1), diabetes melitus,
hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok, dan kepribadian
merupakan faktor-faktor penting yang harus diketahui.
Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion
molecule seperti sitokin (interleukin -1, (IL-1); tumor nekrosis faktor alfa,
(TNF-alpha)), kemokin (monocyte chemoattractant factor 1, (MCP-1; IL-8),
dan growth factor (platelet derived growth factor, (PDGF); basic fibroblast
growth factor, (bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk
ke permukaan endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit
kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi
yang bersifat lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian
membentuk sel busa.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan
respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II,
yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek
protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi.
Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi
fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerosik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak
yang terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur
sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA).
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
4
Tabel 1. Faktor Risiko Jantung Koroner
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dirubah Faktor risiko yang dapat diubah
- Usia
- Jenis kelamin laki-laki
- Riwayat keluarga
- Etnis
- Merokok
- Hipertensi
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Obesitas dan sindrom metabolik
- Stres
- Diet lemak yang tinggi kalori
- Inaktifitas fisik
Faktor risiko baru:
- Inflamasi
- Fibrinogen
- Homosistein
- Stres oksidatif
DIAGNOSIS
Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.
Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di
dalamnya terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai
kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian
mendadak. Diagnosis yang salah selalu mempunyai konsekuensi buruk
terhadap kualitas hidup penderita. Pada orang-orang muda, pembatasan
kegiatan jasmani yang tidak pada tempatnya mungkin akan dinasihatkan.
Selain itu kesempatan mereka untuk mendapat pekerjaan mungkin akan
berkurang. Bila hal ini terjadi pada orang-orang tua, maka mereka mungkin
harus mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali dirawat di
rumah sakit secara berlebihan atau harus makan obat-obatan yang
potensial toksin untuk jangka waktu lama. Di lain pihak, konsekuensi fatal
dapat terjadi bila adanya PJK tidak diketahui atau bila adanya penyakitpenyakit
jantung lain yang menyebabkan angina pektoris terlewat dan tidak
terdeteksi.
Cara Diagnostik
Tabel 2 memperlihatkan cara-cara diagnostik PJK yang terpenting, baik
yang saat ini ada atau yang di masa yang akan datang potensial akan
mempunyai peranan besar. Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja
yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan
diagnostik yang maksimal dengan risiko dan biaya yang seminimal
mungkin.Tahapan evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan nyeri angina
dapat dilihat pada Gambar 1.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
5
Tabel 2. Cara-Cara Diagnostik
1 Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. Foto dada
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
- EKG istirahat
- Uji latihan jasmani (treadmill)
- Uji latih jasmani kombinasi pencitraan:
- Uji latih jasmani ekokardiografi (Stress Eko)
- Uji latih jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji latih jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
- Ekokardiografi istirahat
- Monitoring EKG ambulatoar
- Teknik non-invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner:
- Computed Tomography
- Magnetic Resonanse Arteriography
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
- arteriografi koroner
- ultrasound intra vaskular (IVUS)
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti,
penentuan faktor risiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan
gejala angina pektoris ringan, cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif.
Bila pasien dengan keluhan yang berat dan dan kemungkinan diperlukan
tindakan revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah merupakan
indikasi.
Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test. Treadmill
test lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan
merupakan tes pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan
Angina Pektoris dan pemeriksaan ini sarananya yang mudah dan biayanya
terjangkau.
Pada keadaan tertentu, sulit menginterpretasi hasil treadmill seperti pada
pasien dengan kelainan EKG istirahat a.l.: LBBB, kelainan repolarisasi, LVH
dsb.
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan
teknik non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner,
Computed Tomography, Magnetic Resonanse Arteriography, dengan
sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi. Di samping itu tes ini juga cocok
untuk pasien yang tidak dapat melakukan excercise, di mana dapat
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
6
dilakukan uji latih dengan menggunakan obat dipyridamole atau
dobutamine.
Hadirin yang saya muliakan,
Gambar 1. Algoritma Evaluasi pada Pasien dengan Gejala Angina
ACS management
algorithm
Suspected pulmonary
disease
CXR
Suspected heart failure, prior
mi, abnormal ECG, or clinical
examination, hypertension, or
DM Assessment of ischaemia
Exercise ECG
Or
Pharmacological stress imaging or exercise stress
imaging
Unstable syndrome
Reassure, refer for
investigation and/or
management of
alternative diagnosis if
appropriate
No evidence for cardiac
cause of symptoms
Re-assess likelihood of ischaemia as cause of
symptoms
Evaluate prognosis on the basis of clinical evaluation and noninvasive
test
Clinical evaluation
History and physical
ECG
Laboratory tests
Echocardiography (or
MRI) to assess structural
or functional
abnormalities
If diagnosis of CAD is secure,
but assessment of ventricular
function not already performed
for class I indications, then
assess ventricular function at
this stage
Low-risk
Annual CV mortality <>
year
Intermediate-risk
Annual CV mortality 1-2 % per
year
High-risk
Annual CV mortality >2 % per
year
Medical therapy Medical therapy
±
Coronary arteriography
Depending on level of
symptoms and clinical
judgment
Medical therapy
and
Coronary arteriography
for more complete risk stratification and
assessment of need for
revascularizaton
Coronary arteriography
if not already
performed
If symptomatic comtrol unsatisfactory, consider suitability for revascularization (PCI or
CABG)
Evaluate response to medical
therapy
High-risk coronary anatomy
known to benefit from
revascularisation ?
Revascularize
Yes
No
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
7
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah:
o Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan
kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi
terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat
dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik
yang akan (i) mengurang progresif plak (ii) menstabilkan plak, dengan
mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya (iii)
mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak.
Obat yang digunakan: Obat Antitrombotik: aspirin dosis rendah,
antagonis reseptor ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan ticlopidine;
obat penurun kolesterol (statin); ACE-Inhibitors; Beta-blocker; Calcium
channel blockers (CCBs).
o Untuk memperbaiki simtom dan iskemi: obat yang digunakan yaitu
nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta-blocker, CCBs.
Tatalaksana Umum
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan
tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu
diyakinkan bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan
dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih
baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll. perlu
ditangani secara baik (lihat selanjutnya pada bab pencegahan).
Cara pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii) revaskularisasi
miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya
menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup
dan mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.
Algoritme rekomendasi pengobatan angina dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengobatan Farmakologik
* Aspirin dosis rendah
Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan
obat utama untuk pencegahan trombosis. Meta-analisis menunjukkan,
bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dibandingkan dengan dosis
yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada semua
pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga
disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping
iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin
memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin
lainnya.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
8
* Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP
dan menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan
pada penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin.
AHA/ACC guidelines update 2006 memasukkan kombinasi aspirin dan
clopidogrel harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent,
lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus
eluting stent, dan lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.
* Obat penurun kolesterol
Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada
prevensi primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah
membuktikan bahwa statin dapat menurunkan komplikasi sebesar 39%
(Heart Protection Study), ASCOTT-LLA atorvastatin untuk prevensi
primer PJK pada pasca-hipertensi.
Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme
lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti
trombotik dll. Pemberian atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI
dapat mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan.
Target penurunan LDL kolesterol adalah <>
risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL kolesterol
<>
* ACE-Inhibitor/ARB
Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada
pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi a.l., HOPE study,
EUROPA study dll. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan
ARB.
* Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek
venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri dapat
menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga
akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan
yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan
menghambat agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak respons
dengan nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadai adanya infark
miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.
* Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek
katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan
penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat β dilakukan
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
9
dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi
terpenting pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta
disfungsi bilik kiri akut.
* Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium
dapat mengurangi keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau
penyekat β; selain itu berguna pula pada pasien yang mempunyai
kontraindikasi penggunaan penyekat β. Antagonis kalsium tidak
disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan
konduksi atrioventrikel.
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan
angina stabil menurut ESC 2006 sbb.:
1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa
kontraindikasi yang spesifik (cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi
aspirin, atau riwayat intoleransi aspirin) (level evidence A).
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner
(level evidence A).
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE
inhibitor, seperti hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard
infark dengan disfungsi ventrikel kiri, atau diabetes (level evidence A).
4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang
pernah mendapat infark miokard (level evidence A).
Revaskularisasi Miokard
Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang
disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan,
bedah pintas koroner (coronary artery bypass surgery = CABG), dan
tindakan intervensi perkutan (percutneous coronary intervention = PCI).
Akhir-akhir ini kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu
diperkenalkannya tindakan, off pump surgery dengan invasif minimal dan
drug eluting stent (DES).
Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah
infark ataupun untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih,
tergantung pada risiko dan keluhan pasien.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Medis Pasien PJK Stabil Menurut
ESC 2006
Indikasi untuk Revaskularisasi
Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography
koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner
adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi
miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika:
a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien.
b. Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard.
c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan
biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang
diberikan kepada mereka.
Immediate
short-term
relief
Treatment
aimed at
improving
prognosis
Treatment
aimed at
relief of
symptoms
Short-acting sublingual or buccal nitrate,
prn
Aspirin 75-150 mg od
Statin
± Titrate dose to get target cholesterol
ACE-inhibitor in proven CVD
Beta-blocker post-MI
Beta-blocker no prior-MI
Add calcium antagonist or long-acting
nitrate
Symptoms not controlled after dose
optimization
Symptoms not controlled after dose
optimization
Consider suitability for revascularization
Interchange statins or ezetimibe with lower
dose statin or replace with alternative lipidlowering
agent
Clorpidogrel 75 mg od
Calcium antagonist or long-acting nitrate or K-channel opener or if inhibitor
Symptoms not controlled on two
drugs after dose optimization
Contraindication
(e.g. aspirin allergic)
Intolerant or
contraindication
Intolerant (e.g.fatigue) or
contraindication*
Symptoms not controlled after dose
optimization
Intolerant
Either substitute
alternative subclass of
calcium antagonist or
long-acting nitrate Combination of nitrate and calcium
antagonist or K-channel opener
Level of evidence
Prognosis Symptoms
A B A
B/C
A/B
A A
B A
A/B
B/C
Stable angina for medical management
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
11
Tindakan Pembedahan CABG
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibanding dengan
pengobatan, pada keadaan:
a. Stenosis yang signifikan (≥ 50%) di daerah left main (LM).
b. Stenosis yang signifikan (≥ 70%) di daerah proximal pada 3 arteri
koroner yang utama.
c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk
stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proximal dari left
anterior descending arteri koroner.
Tindakan PCI
Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya
dilakukan pada satu pembuluh darah saja, sekarang ini telah berkembang
lebih pesat baik oleh karena pengalaman, peralatan terutama stent dan
obat-obat penunjang. Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi
koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih
pembuluh darah (multi-vessel) dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian
oleh tindakan ini berkisar 0.3-1%. Tindakan PCI pada pasien PJK stabil
dibandingkan dengan obat medis, tidaklah menambah survival dan hal ini
berbeda dibanding CABG.
Pemasangan Stent Elektif dan Drug-Eluting Stent (DES)
Pemasangan stent dapat mengurangi restenosis dan ulangan PCI
dibandingkan dengan tindakan balloon angioplasty. Saat ini telah tersedia
stent dilapisi obat (drug-eluting stent = DES) seperti serolimus, paclitaxel
dll. Dibandingkan dengan bare-metal stents, pemakaian DES dapat
mengurangi restenosis. Studi RAVEL menunjukkan restenosis dapat
dikurangi sampai 0%.
Direct stenting (pemasangan stent tanpa predilatasi dengan balon lebih
dulu) merupakan tindakan yang feasible pada penderita dengan stenosis
arteri koroner tertentu yaitu tanpa perkapuran, lesi tunggal, tanpa angulasi atau
turtoasitas berat. Tindakan direct stenting dapat mengurangi waktu tindakan/
waktu iskemik, mengurangi radiasi, pemakaian kontras, mengurangi biaya.
Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Primer (Primary PCI)
Pasien PJK stabil dan mengalami komplikasi serangan jantung mendadak
(SKA), mortalitasnya tinggi sekali (> 90%). Dengan kemajuan teknologi
sekarang ini telah dapat dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan
primer (primary PCI) yaitu suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan
melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
12
kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini
dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah
dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat
dihindari. PCI primer ialah pengobatan infark jantung akut yang terbaik saat
ini, karena dapat menghentikan serangan infark jantung akut dan
menurunkan mortalitas sampai di bawah 2%.
Revaskularisasi vs Pengobatan Medis
Pilihan tindakan pada PJK, apakah cukup dengan obat saja dan bagaimana
bila dibandingkan dengan revaskularisasi? Pada kebanyakan penderita PJK
stabil pengobatan medis dapat diberikan sebagai alternatif PCI dan
komplikasi yang terjadi lebih kecil dibandingkan PCI atau pembedahan
dalam follow up selama satu tahun pada studi MASS.
Dari studi ACIP (The Asymptomatic Cardiac Ischaemia Pilot) didapatkan
pada pasien dengan risiko tinggi mempunyai hasil yang lebih baik dengan
revaskularisasi.
Dari berbagai studi (ACME,RITA-2 trial) disebutkan bahwa PCI lebih baik
dalam memperbaiki kualitas hidup penderita dibanding obat medis. Pada
AVERT study, 341 pasien PJK stabil, fungsi ventrikel kiri normal, angina
kelas I atau II dibandingkan PCI dengan pengobatan medis atorvastatin 80
mg per hari. Dari hasil ini didapatkan bahwa pada pasien PJK stabil dan
risiko rendah, pengobatan medis termasuk obat penurun lemak secara
agressive mungkin sama efektif dengan PCI dalam hal pengurangan
kejadian iskemik. Simtom angina lebih baik dikendalikan oleh PCI.
Dapat dikatakan bahwa tindakan invasif dilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi ataupun yang tidak terkontrol baik dengan obat medis,
sedangkan farmakoterapi saja pada pasien PJK stabil dengan risiko rendah.
Bagaimana Kemajuan Tindakan Revaskularisasi di Medan?
Satu hal yang membanggakan kita adalah bahwa tindakan revaskularisasi
sudah dapat dilakukan di Medan baik di RS H. Adam Malik maupun RS
swasta. Dalam kurun waktu 4 tahun sejak tahun 2003 sampai sekarang,
tindakan angiografi koroner sebanyak 928 kasus, tindakan PCI pemasangan
stent sebanyak 189 kasus (termasuk primary PCI) di RS H. Adam Malik.
Saat ini tindakan PCI elektif maupun primary PCI sudah rutin dikerjakan di
Medan.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
13
Hadirin yang berbahagia,
TINDAKAN PENCEGAHAN
Tidak ada motto kuno yang lebih baik dari ”Mencegah lebih baik daripada
mengobati”. Ini berlaku untuk siapapun, terlebih pada orang yang
mempunyai faktor risiko yang tinggi. Prioritas pencegahan terutama
dilakukan pada:
a. Pasien dengan PJK, penyakit arteri perifer, dan aterosklerosis
cerebrovaskular.
b. Pasien yang tanpa gejala namun tergolong risiko tinggi karena:
- Banyak faktor risiko dan besarnya risiko dalam 10 tahun ≥ 5% (atau
dengan usia lebih dari 60 tahun) untuk mendapat penyakit
kardiovaskular yang fatal.
- Peningkatan salah satu komponen faktor risiko: cholesterol ≥ 8 mmol/l
(320 mg/dl), low density lipoprotein (LDL) cholesterol ≥ 6 mmol/l (240
mg/dl), TD ≥ 180/110 mmHg.
- Pasien diabetes tipe 2 dan tipe 1 dengan mikroalbuminuria.
c. Keluarga dekat dari:
- Pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang lebih awal
- Pasien dengan risiko tinggi namun tanpa gejala.
d. Orang-orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan klinis.
1. Pedoman Pencegahan Primer Penyakit Jantung dan Stroke
Telah banyak bukti–bukti yang menunjukkan bahwa PJK dapat dicegah dan
penelitian untuk hal ini terus berlanjut. Dari hasil studi prospektif jangka
panjang menunjukkan bahwa orang dengan faktor risiko rendah
mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena PJK dan stroke.
ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk pencegahan penyakit
kardiovaskular yang ditentukan dari faktor risiko yang ada (lihat Tabel 3).
Usaha-usaha intervensi dengan cara nonfarmakologik dan farmakologik dan
berbagai uji klinis menunjukkan hal yang bermanfaat. (Tabel 4):
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 3. Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Berdasarkan Faktor Risiko
Faktor risiko Rekomendasi
Pencarian faktor risiko
Tujuan: orang dewasa harus
mengetahui tingkatan dan
pentingnya faktor risiko yang
diperiksa secara rutin.
Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak umur 20
tahun. Riwayat keluarga dengan PJK harus secara rutin
dipantau. Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik harus
dievaluasi secara rutin. Tekanan darah, indeks masa
tubuh, lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun.
Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula darah harus tetap
dipantau juga.
Estimasi faktor risiko secara
umum
Seluruh orang dewasa dengan
usia di atas 40 tahun harus
mengetahui faktor risiko
mereka untuk menderita
penyakit PJK. Tujuan:
menurunkan faktor risiko
sebesar-besarnya.
Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada perubahan faktor
risiko), khususnya orang dengan usia ≥ 40 tahun atau
seseorang dengan faktor risiko lebih dari 2, harus dapat
menentukan faktor risiko berdasar hitungan 10 tahun
faktor risiko. Faktor risiko yang dilihat adalah merokok,
tekanan darah, pemeriksaan kolesterol, kadar gula
darah, usia, jenis kelamin, dan diabetes. Pasien
diabetes atau risiko 10 tahun > 20% dianggap sama
pasien PJK (risiko PJK equivalen).
2. Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner
Prevensi sekunder pada individu yang sudah terbukti menderita PJK, adalah
upaya untuk mencegah agar PJK itu tidak berulang lagi (lihat Tabel 5).
Prevensi sekunder ini sangat perlu mengingat:
- Individu yang sudah pernah, atau sudah terbukti menderita PJK,
cenderung untuk mendapat sakit jantung lagi, lebih besar
kemungkinannya ketimbang orang yang belum pernah sakit jantung.
- Proses aterosklerosis yang mendasari PJK, bisa saja terjadi pada
pembuluh darah organ lain di otak yang menimbulkan cerebrovascular
disease (strok), pada aorta atau arteri karotis, arteri perifer dll. Oleh
sebab itu prevensi sekunder untuk PJK dapat juga merupakan prevensi
primer untuk penyakit aterosklerotik lainnya.
- Prevensi sekunder belum sepenuhnya mendapat perhatian (under
utilized) dari kalangan praktisi kedokteran, sebagaimana dilaporkan
WHO 2004, khususnya di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
15
Tabel 4. Intervensi Faktor Risiko
Faktor Risiko dan Perubahan yang diharapkan
Merokok:
Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok.
Kontrol Tekanan Darah
Tujuan TD <>
atau <>
Diet
Tujuan: Mengkonsumsi makanan yang menyehatkan.
Pemberian Aspirin
Tujuan: Aspirin dosis rendah pada penderita dengan risiko tinggi kardiovaskular
(khususnya penderita dengan risiko 10 tahun kejadian kardiovaskuler ≥
10%).
Pengaturan Lipid di dalam Tubuh
Tujuan Primer: LDL – C <160>
memiliki ≥ 2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau LDL-C <100>
risiko dimiliki dan memiliki 10% risiko CHD ≥ 20% atau jika pasien juga terkena
diabetes.
Tujuan Sekunder (jika LDL-C adalah target utama): jika trigliserid > 200 mg/dl, kemudian
digunakan non-HDL-C sebagai tujuan kedua; non HDL-C <190>
1; non-HDL-C <160>
sebesar ≤ 20%; non-HDL-C <>
risiko 10 tahun CHD > 20%.
Target terapi yang lain: trigliserid > 150 mg/dl; HDL-C <>
mg/dl pada wanita.
Aktivitas Fisik
Tujuan: aktivitas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas sedang
setiap hari dalam 1 minggu.
Pengaturan Berat Badan
Tujuan: Mencapai dan mempertahankan berat (BMI 18,5-24,9 kg/m2). Bila BMI ≥ 25
kg/m2, lingkar pinggang ≤ 40 inci pada pria dan ≤ 35 inci pada wanita.
Pengelolaan Diabetes
Tujuan: KGD puasa (<110>
Atrial Fibrilasi Kronik
Tujuan: Mencapai sinus ritme atau jika muncul atrial fibrilasi kronik, antikoagulan
dengan INR 2,0-3,0 (target 2,5).
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 5. Pedoman Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner dan
Penyakit Vaskular Lainnya menurut ACC/AHA 2006
Merokok
Tujuan: Berhenti total, tidak terpapar pada lingkungan perokok
Kontrol Tekanan Darah
Tujuan: TD <>
ginjal kronik
Pengelolaan Lipid
Tujuan: LDL-C <>
mg/dl
Aktivitas fisik
Tujuan: 30 menit, 7 hari dalam seminggu (minimal 5 hari dalam seminggu)
Pengaturan Berat Badan
Tujuan:BMI: 18,5 – 24,9 kg/m2. Lingkar pinggang: Pria <>
Pengelolaan Diabetes
Tujuan: HbA1c <>
Penggunaan obat Antiplatelet/Anticoagulant: Aspirin, clopidogrel, warfarin sesuai indikasi.
Penggunaan Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers: bila intoleran ganti dengan
ARB.
Penggunaan Β-Blockers: kecuali bila ada kontra indikasi.
Pemberian vaksinasi influenza pada pasien dengan kelainan kardiovaskular.
KESIMPULAN
1. Faktor-faktor risiko PJK seperti diabetes melitus, hipertensi,
hiperkolesterolemia, obesitas, merokok dll. dapat menyebabkan lapisan
endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami
kerusakan sehingga terbentuknya plak pada pembuluh koroner dan
menyebabkan aliran menjadi berkurang/iskemi miokard dan terjadi PJK.
Bila plak aterosklerotik mengalami ruptur dapat menyebabkan SKA
(serangan jantung mendadak).
2. Walau cara–cara diagnosis PJK bermacam-macam, setiap dokter harus
menyadari kemampuan dan keterbatasan masing-masing cara tersebut.
Untuk membuat suatu diagnosis yang menyeluruh, tidaklah selalu
seorang penderita harus menjalani semua pemeriksaan tersebut. Pada
seorang penderita uji latihan jasmani mungkin merupakan pemeriksaan
yang sudah mencukupi tetapi pada penderita lain mungkin diperlukan
arteriogafi koroner tanpa harus sebelumnya menjalani uji latihan
jasmani.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
17
3. Pengobatan PJK yaitu: pengobatan farmakologis, tindakan intervensi
kardiologi dan pembedahan. Disamping itu tetap diperlukan modifikasi
gaya hidup dan mengatasi faktor risiko/penyebab agar progresi penyakit
dapat dihambat.
4. Tindakan PCI maupun bedah pintas jantung (CABG) dikerjakan sesuai
dengan indikasi yang tepat. Dengan kemajuan yang pesat dalam bidang
intervensi kardiologi, sebagian kasus PJK yang dulunya harus dilakukan
tindakan bedah jantung, sekarang ini dapat diatasi dengan PCI. Saat ini
tindakan PCI maupun primary PCI sudah rutin dikerjakan di Medan.
5. Pencegahan PJK penting sekali diperhatikan terutama pada kelompok
orang dengan risiko tinggi. Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak
umur 20 tahun terutama bila ada riwayat keluarga dengan PJK. Seluruh
orang dewasa usia di atas 40 tahun harus mengetahui faktor risiko dan
prediksi besarnya risiko PJK dalam 10 tahun dengan tujuan menurunkan
faktor risiko sebesar-besarnya. Pasien diabetes atau risiko 10 tahun >
20% dianggap sama pasien PJK (risiko PJK equivalen).

Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner

Patofisiologi Dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner
Dedi Syarif
Akademi Keperawatan 'Aisyiyah Bandung

Pendahuluan:
Pembuluh darah koroner merupakan penyalur aliran darah (membawa 02 dan
makanan yang dibutuhkan miokard agar dapat berfusi dengan baik. penyakit Jantung
Koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah
nadi) yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi
menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada
didindingnya.
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya keadaan ini adalah merokok, tekanan darah
tinggi, peninggian nilai kolesterol didarah, kegemukan stress, diabetes mellitus dan
riwayat keluarga yang kuat untuk Penyakit Jantung Koroner (6,8). Dengan bertambahnya
umur penyakit ini akan lebih sering ada. pria mempunyai resiko lebih tinggi dari pada
wanita, tetapi perbedaan ini dengan meningkatnya umur akan makin lama makin kecil.
Faktor-faktor resiko PJK
Faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner dikenal sejak lama berupa:
1. Hipertensi
2. Kolesterol darah
3. Merokok
4. Diet
5. Usia
6. Sex
7. Kurang latihan
8. Turunan
Pada tahun 1772 Herbeden menemukan suatu sindroma gangguan pada dada
berupa perayaan nyeri terlebih-lebih waktu berjalan, mendaki atau segera sesudah makan.
Sebenarnya perasaan nyeri seperti ini tidak saja disebabkan oleh kelainan organ didalam
toraks, akan tetapi dapat juga berasal dari otot, syaraf, tulang dan faktor psikis. Dalam
kaitannya dengan jantung sindroma ini disebut Angina Pectoris,yang disebabkan oleh
karena ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dengan penyediaannya.
Penyediaan oksigen
Oksigen sangat diperlukan oleh sel miokard untuk mempertahankan fungsinya,
yang didapat dari sirkulasi koroner yang untuk miokard terpakai sebanyak 70-80
sehingga wajarlah apabila aliran koroner perlu ditingkatkan. Aliran darah koroner
terutama terjadi sewaktu dastole padta saat otot ventrikel dalam keadaan istirahat.
Banyaknya aliran koroner dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tekanan diastolik
aorta.lamanya setiap diastole dan ukuran pembuluh aretri terutama arteriole.

1
pengurangan aliran koroner umumnya disebabkan oleh kelainan pembuluh koroner,
rendahnya tekanan diastolik aorta dan meningkatnya denyut jantung.
Pemakaian Oksigen
Ada beberapa hal yang dipengaruhinya yaitu :
1. Denyut jantung
Apabila denyut jantung bertambah cepat maka keperluan oksigen permenit akan
meningkat.
2. Kontraktilitas
Dengan bekerja maka banyak dikeluarkan katekolamin (Adrenalin dan Nor
Adrenalin), sehingga akan menambah tenaga kontraksi jantung.
3. Tekanan sistolik ventrikel Kiri. Makin tinggi tekanan ini, makin banyak
pemakaian oksigen.
4. Ukuran jantung
Jantung yang besar memerlukan oksigen yang banyak.
Etiologi:
Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa
bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi
dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh
faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid,
rokok, kadar gula darah yang abnormal.
Angina Pectoris
Adanya Angina Pectoris dapat dikenal secara:
1. Kwalitas nyeri dada yang khas yaitu perasaan dada tertekan, merasa terbakar atau
susah bernafas.
2. Lokasi nyeri yaitu restrosternal yang menjalar keleher, rahang atau mastoid dan
turun ke lengan kiri.
3. Faktor pencetus seperti sedang emosi, bekerja, sesudah makan atau dalam udara
dingin.
Stable Angina Pectoris
Kebutuhan metabolik otot jantung dan energi tak dapat dipenuhi karena terdapat
stenosis menetap arteri koroner yang disebabkan oleh proses aterosklerosis. Keluhan
nyeri dada timbul bila melakukan suatu pekerjaan. sesuai dengan berat ringannya
pencetus dibagi atas beberapa tingkatan :
1. Selalu timbul sesudah latihan berat.
2. Timbul sesudah latihan sedang ( jalan cepat 1/2 km)
3. Timbul waktu latihan ringan (jalan 100 m)
4. Angina timbul jika gerak badan ringan (jalan biasa)
Diagnosa
1. Pemeriksaan EKG
2. Uji latihan fisik (Exercise stress testing dengan atau tanpa pemeriksaan radionuclide)
3. Angiografi koroner.

2
Terapi
1. Menghilangkan faktor pemberat
2. Mengurangi faktor resiko
3. Sewaktu serangan dapat dipakai
4. Penghambat Beta
5. Antagonis kalsium
6. Kombinasi
Unstable Angina Pectoris
Disebabkam primer oleh kontraksi otot poles pembuluh koroner sehingga
mengakibatkan iskeia miokard. patogenesis spasme tersebut hingga kini belum diketahui,
kemungkinan tonus alphaadrenergik yang berlebihan (Histamin, Katekolamin
Prostagglandin). Selain dari spame pembuluh koroner juga disebut peranan dari agregasi
trobosit. penderita ini mengalami nyeri dada terutama waktu istirahat, sehingga terbangun
pada waktu menjelang subuh. Manifestasi paling sering dari spasme pembuluh koroner
ialah variant (prinzmental).
Elektrokardiografi tanpa serangan nyeri dada biasanya normal saja. Pada waktu
serangan didapati segmen ST elevasi. Jangan dilakukan uji latihan fisik pada penderita ini
oleh karena dapat mencetuskan aritmia yang berbahaya. Dengan cara pemeriksaan teknik
nuklir kita dapat melihat adanya iskemia saja ataupun sudah terjadi infark.
Terapi
1. Nitrogliserin subligual dosis tinggi.
2. Untuk frokfikaksis dapat dipakai pasta nitrogliserin, nitrat dosis tinggi ataupun
antagonis kalsium.
3. Bila terdapat bersama aterosklerosis berat, maka diberikan kombinasi nitrat,
antagonis kalsium dan penghambat Beta.
4. Percutanous Transluminal coronary angioplasty (PTCA) atau coronary by Pass
Graff Surgery (CBGS)
Infark miokard akut (IMA)
Gambaran Klinis:
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa
sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang
untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal
yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada
pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi
tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada
dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat
serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina
sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark
miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal
dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian
menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
3
dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila
diberikan martin untuk rasa sakitnya.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram
atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan,
kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik
cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut) .(4,7,9)
Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasienpasien
ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan
pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan
rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek
(seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa
pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior.
pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah
jarang, ketidak sadaran akibat iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa
sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan
bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa
sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian
nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar
atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila seranganserangan
angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak
stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif.
Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan
berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai.
Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit.
Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering
berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau
lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu
pertama.
Pengobatan:
Sasaran pengobatan IMA pertama adalah menghilangkan rasa sakit dan cemas.
Kedua mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi (30-40%) yang serius seperti
payah jantung, aritmia, thrombo-embolisme, pericarditis, ruptur m. papillaris, aneurisma
ventrikel, infark ventrikel kanan, iskemia berulang dan kematian mendadak. Untuk sakit
diberikan sulfas morphin 2,5-10 mg IV.
Pethidin kurang efektif dibandingkan Morphin dan dapat menyebabkan sinus
tachycardia. Obat ini banyak dipakai pada infark inferior dengan sakit dada dan sinus
bradycardia. Dosis 25-50 mg dapat diulang sesudah 2-4 jam dengan perlahan-lahan .
Pada sakit dada dengan lMA terutama infark anterior dengan sinus tachycardia
dan tekanan darah sistolik di atas 100 - 100 mm Hg B-Blocker dapat dipakai. Dosis kecil
B-Blocker mulai dengan 1/2 - 5 mg Inderal. IV. Dikatakan bahwa pemberian B-Blocker
dalam 5 jam pertama bila tidak ada kontra indikasi dapat mengurangi luasnya infark
(1,4,7,12) Nitrat baik sublingual maupun transdermal dapat dipakai bila sakit dada pada
hari-hari pertama.
Nifedipin,C-antagonist yang sering dipakai bila diduga penyebabnya adalah
spasme koroner, khusus angina sesudah hari ke-2 dan sebelum pulang.

4
pemberian 02,diet kalori rendah dan mudah dicernakan dan pasang infus untuk siap
gawat.
Pemberian anti koagulansia hanya pada penderita yang harus dimobilisasi agak
lama seperti gagal jantung, syok dan infark anterior yang luas. Sekitar 60-70% dari infark
tidak terdapat komplikasi dan dianjurkan penanganan sesudah 2-3 minggu untuk uji latih
jantung beban (ULJB) yang dimodifikasikan.
Kalau normal untuk rehabilitasi biasa tetapi kalau abnormal agar diperiksa
arteriogram koroner untuk mengetahui tepat keadaan pembuluh darah koronernya agar
dapat ditentukan sikap yang optimal.
Bila ada komplikasi pada IMA dicoba untuk mengklasifikasi penderita ini dalam
subset klinik dan hemodinamik (Forrester) untuk pengobatannya.
Subset Klinik dan Hemodinamik : Pengobatan pada IMA (4)
Subset : Klinik : Hemodinamik : Pengobatan: Kematian
I Tanpa bendu NCI(>2,2) Hilangkan 1-3%
ngan paru NPCWP(<12)>
paru & hipo
perfusi
II Bendungan pa PCWP naik Diuretika 10%
ru-paru tanpa (>18)CI N dan Nitra
hipoperfusi tes
III Hipoperfusi Menurun Ganti vol. 20%
tanpa bendu CI(<.2) Digoxin
ngan paru PCWP N Dobutamin,
Vasodilator
IV Bendungan PCWP naik Vasopressor 50-80%
paru & hipo & Cl turun Vasodilator
perfusi peri IABC;Bedah
fer pada lesi yang
dapat dikoreksi
CI = Cardiac Index
PCWP = Pulmonary capillary Wedge Pressure
Pembatasan perluasan Infark:
seperti telah diterangkan bahwa perfusi miokard dan kebutuhan metabolik tidak
boleh dirugikan oleh pengobatan. Keadaan yang mungkin memperluas infark harus
dicegah atau langsung diperbaiki seperti : a. Tachykardia , b. Hipertensi , Hipotensi,
d.Aritmia dan e. Hipoxemia.
Menghadapi keadaan tersebut diperlukan strategi pengobatan yaitu :
5
1. Upaya menurunkan kebutuhan 02 miokard dengan cara :
a. B.Blocker
b. menurunkan afterload penderita dengan hipertensi
c. Membantu sirkulasi dengan IABC
2. Mengurangi iskemia miokard dengan memperbaiki perfusi atau aliran kolateral
ditingkatkan sehingga persediaan 02 miokard meningkat. .
1. Pengobatan dengan thrombolitik streptokinase, Tissue plasminogen activator
(Actylase) .
2. Calcium antagonist
3. Peningkatan perfusi koroner dengan IABC
Streptokinase intra vena memberi thrombolyse dalam 50% para penderita bila
diberikan dalam waktu 6 jam sesudah timbul gejala infark. Dosis : 250.000 U dalam 10
Menit, diikuti dengan infus dengan dosis antara 850.000 sampai 1.700.000 U selama 1
jam. Sebaiknya diberikan Hydrocortison IV-l00 mg sebelum streptokinase diberikan.
Heparin diberikan 2 jam sesudah streptokinase infus berakhir.(2,3,12,13)
Actylase, recombinant human tissue-type plasminogen activator (rt-PA) .
Actylase adalah suatu bahan thrombolitik yang unik dengan teknologi DNA
rekombinan dan dinyatakan sebagai bahan yang mampu menghambat terjadinya oklusi
pembuluh darah koroner dengan cara menyebabkan lysisnya thrombus sebelum terjadi
infark jantung total. Bahan ini mempunyai sifat spesifik dimana tidak mempengaruhi
proses koagulasi sistemik. Disamping itu bahan ini tidak menyebabkan allergi karena
berasal dari protein manusia secara alami.
Untuk mendapatkan bahan ini secara alami tentu tidak mudah, karena untuk
mendapat 1 gr human tissue plasminogen acti vater dibutuhkan 5 ton jaringan manusia.
Cara membuatnya adalah dengan teknik Recombinant DNA dan metode
fermentasi sel jaringan. (genetic engineering).
Cara kerja actylase adalah fibrin spesifik dan berikatan dengan fibrin guna
mengaktifkan perobahan plasminogen menjadi plasmin. Afinitasnya besar pada fibrin dan
tidak aktif di darah.
Kerja actylase cepat yaitu 1-2 menit setelah pemberian 10 fig.
Indikasi: Thrombo-oklusi koroner, pulmoner, deep vein thrombosis peripheral arterial
occlusion.
Kontra indikasi:
1.Adanya diathese hemorrhagis
2.Adanya perdarahan internal baru
3.Perdarahan cerebral.
4.Trauma atau operasi yang baru
5.Hipertensi yang tidak terkontrol
6.Bacterial endocarditis
7.Acute pancreatitis.

6
Penutup
Penyakit Jantung koroner adalah penyakit jantung yang menyangkut gangguan
dari pembuluh darah koroner yang dalam mengenal dan menanganinya membutuhkan
perhatian serta pengenalan dari faktor resiko yang ada pada penderita serta tindakan yang
segera dapat diambil terhadap penderita tersebut dalam waktu yang singkat agar tidak
terjadi komplikasi yang dapat membawa akibatyang tidak di inginkan. Dengan
memperhatikan berbagai aspek yang berkaitan infark miokard dapat ditanggulangi
sehingga terhindar dari komplikasi yang lebih buruk. Berbagai jenis pengobatan sudah
dikembangkan sampai saat ini, hanya penggunaannya perlu mendapat perhatian sesuai
dengan subset klinik yang dihadapi.
Actylase suatu ohat baru jenis recombinant human tissue-type plasminogen
activator (rt-PA) merupakan obat yang dapat menolong penderita infark miokard akut
dalam waktu yang tepat. Penggunaan obat-obat serta tindakan medis yang ada saat ini
diharapkan dapat memperpanjang umur penderita PJK.
Kepustakaan
Anwar,T.B.,Sutomo,K. Penatalaksanaan penderita infark miokard akut. Naskah Ceramah
Ilmiah RS st.Elisabeth Medan.1987
Chesebro,J.H. et al: Thrombolysis in myocardial infarction. (TIMI) trial, Phase I: A
comparison between intravenous tissue plasminogen activator and intravenous
streptokinase. Circulation:76,No.1142-153,1987.
Freek W.A.V.: optimal thrombolytic therapy for acute myocardinal infarction and its
management thereafter. Clinical meeting Medan,1989.
Hanafiah,A.: Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Buku Makalah simposium
Penyakit Jantung Koroner FKUI/RSJ Harapan Kita.1986.
ISIS-2:Randomized Trial of Intravenous streptokinase, oral aspirin, both or neither
among 17187 cases of suspected acute myocardial infarction: Lancet
Aug.1987,349-360.
Kasiman,s: Faktor Resiko utama Penyakit Jantung Koroner. Kumpulan makalah
Rehabilitasi dan Kualitas Hidup. Simposium rehabilitasi Jantung Indonesia 11
Perki, Jakarta 1988.
Kasiman, s, St.Bagindo.AA,Haroen,TRH:Beberapa langkah pengobatan Penyakit Jantung
Koroner. Buku Naskah Temu Ilmiah Masalah PJK. FKUSU 1986, 11-47.
Kasiman,s.,Yamin,w., Haroen,T.R.: High density and Low density lipoprotein cholesterol
in Myocardial infarction at Dr.Pirnga di Hospital Medan. Excerpta Medica 71-
76;1985.
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
7
Kasiman,s.:Pengenalan Penyakit Jantung Koroner masa kini. Majalah Dokter Keluarga:3
no.3 130-136,1984.
Petch,M.c.:Coronary Bypasses.Regular Review. BMJ : 287, 514-516, 1983.
Prabowo,P.:Profil lemak darah pada pria dengan I.M.A. Naskah Lengkap simposoium
Nasional penatalaksanaan hiperlipidemia Surabaya 1989.
Product monograph: Actylase tissue plasminogen activator.
Setiawati,A.:Obat yang digunakan untuk Penyakit Jantung Koroner.Buku Makalah
simposium Penyakit Jantung Koroner.FKUI/RSJ- Harapan Kita Jakarta 1986,27-47.
Simons,M.L.:Thrombolysis with tissue plasminogen activator in acute myocardial
in~arction. No additional benefit from immediate percutaneous coronary
angioplasty. Lancet Jan.1988,' 198 -203.
8