Total Tayangan Halaman

Selasa, 06 Januari 2009

PENYAKIT JANTUNG KORONER: PATOFISIOLOGI, PENCEGAHAN, DAN PENGOBATAN TERKINI

Dedi Syarif
DEFINISI DAN PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER
I. Definisi
• Angina Pektoris Stabil (APS): sindrom klinik yang ditandai dengan rasa
tidak enak di dada, rahang, bahu, pungggung ataupun lengan, yang
biasanya dicetuskan oleh kerja fisik atau stres emosional dan keluhan ini
dapat berkurang bila istirahat atau oleh obat nitrogliserin.
• Angina Prinzmetal: nyeri dada disebabkan oleh spasme arteri koronaria,
sering timbul pada waktu istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan
jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama tiap harinya).
• Sindroma Kororner Akut (SKA):sindrom klinik yang mempunyai dasar
patofisiologi yang sama yaitu adanya erosi, fisur, ataupun robeknya plak
atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen
miokard. Yang termasuk dalam SKA adalah:
- Angina pektoris tidak stabil (APTS, unstable angina): ditandai dengan
nyeri dada yang mendadak dan lebih berat, yang serangannya lebih
lama (lebih dari 20 menit) dan lebih sering. Angina yang baru timbul
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
3
(kurang dari satu bulan), angina yang timbul dalam satu bulan
setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tak stabil.
- Infark miokard akut (IMA): Nyeri angina pada infark jantung akut
umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih). Walau
demikian infark jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20 sampai
25%). IMA bisa nonQ MI (NSTEMI) dan gelombang Q MI (STEMI).
II. Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami
kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain: faktor hemodinamik seperti
hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap
rokok, diet aterogenik, penigkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL-C.
Di antara faktor-faktor risiko PJK (lihat Tabel 1), diabetes melitus,
hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok, dan kepribadian
merupakan faktor-faktor penting yang harus diketahui.
Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion
molecule seperti sitokin (interleukin -1, (IL-1); tumor nekrosis faktor alfa,
(TNF-alpha)), kemokin (monocyte chemoattractant factor 1, (MCP-1; IL-8),
dan growth factor (platelet derived growth factor, (PDGF); basic fibroblast
growth factor, (bFGF). Sel inflamasi seperti monosit dan T-Limfosit masuk
ke permukaan endotel dan migrasi dari endotelium ke sub endotel. Monosit
kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi
yang bersifat lebih atherogenik dibanding LDL. Makrofag ini kemudian
membentuk sel busa.
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan
respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II,
yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek
protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi.
Akibat kerusakan endotel terjadi respons protektif dan terbentuk lesi
fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerosik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak
yang terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur
sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut (SKA).
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
4
Tabel 1. Faktor Risiko Jantung Koroner
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dirubah Faktor risiko yang dapat diubah
- Usia
- Jenis kelamin laki-laki
- Riwayat keluarga
- Etnis
- Merokok
- Hipertensi
- Dislipidemia
- Diabetes melitus
- Obesitas dan sindrom metabolik
- Stres
- Diet lemak yang tinggi kalori
- Inaktifitas fisik
Faktor risiko baru:
- Inflamasi
- Fibrinogen
- Homosistein
- Stres oksidatif
DIAGNOSIS
Langkah pertama dalam pengelolaan PJK ialah penetapan diagnosis pasti.
Diagnosis yang tepat amat penting, karena bila diagnosis PJK telah dibuat di
dalamnya terkandung pengertian bahwa penderitanya mempunyai
kemungkinan akan dapat mengalami infark jantung atau kematian
mendadak. Diagnosis yang salah selalu mempunyai konsekuensi buruk
terhadap kualitas hidup penderita. Pada orang-orang muda, pembatasan
kegiatan jasmani yang tidak pada tempatnya mungkin akan dinasihatkan.
Selain itu kesempatan mereka untuk mendapat pekerjaan mungkin akan
berkurang. Bila hal ini terjadi pada orang-orang tua, maka mereka mungkin
harus mengalami pensiun yang terlalu dini, harus berulang kali dirawat di
rumah sakit secara berlebihan atau harus makan obat-obatan yang
potensial toksin untuk jangka waktu lama. Di lain pihak, konsekuensi fatal
dapat terjadi bila adanya PJK tidak diketahui atau bila adanya penyakitpenyakit
jantung lain yang menyebabkan angina pektoris terlewat dan tidak
terdeteksi.
Cara Diagnostik
Tabel 2 memperlihatkan cara-cara diagnostik PJK yang terpenting, baik
yang saat ini ada atau yang di masa yang akan datang potensial akan
mempunyai peranan besar. Dokter harus memilih pemeriksaan apa saja
yang perlu dilakukan terhadap penderita untuk mencapai ketepatan
diagnostik yang maksimal dengan risiko dan biaya yang seminimal
mungkin.Tahapan evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan nyeri angina
dapat dilihat pada Gambar 1.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
5
Tabel 2. Cara-Cara Diagnostik
1 Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Laboratorium
4. Foto dada
5. Pemeriksaan jantung non-invasif
- EKG istirahat
- Uji latihan jasmani (treadmill)
- Uji latih jasmani kombinasi pencitraan:
- Uji latih jasmani ekokardiografi (Stress Eko)
- Uji latih jasmani Scintigrafi Perfusi Miokard
- Uji latih jasmani Farmakologik Kombinasi Teknik Imaging
- Ekokardiografi istirahat
- Monitoring EKG ambulatoar
- Teknik non-invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner:
- Computed Tomography
- Magnetic Resonanse Arteriography
6. Pemeriksaan invasif menentukan anatomi koroner
- arteriografi koroner
- ultrasound intra vaskular (IVUS)
Setiap pasien dengan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis yang teliti,
penentuan faktor risiko, pemeriksaan jasmani dan EKG. Pada pasien dengan
gejala angina pektoris ringan, cukup dilakukan pemeriksaan non-invasif.
Bila pasien dengan keluhan yang berat dan dan kemungkinan diperlukan
tindakan revaskularisasi, maka tindakan angiografi sudah merupakan
indikasi.
Pada keadaan yang meragukan dapat dilakukan treadmill test. Treadmill
test lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan EKG istirahat dan
merupakan tes pilihan untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan
Angina Pektoris dan pemeriksaan ini sarananya yang mudah dan biayanya
terjangkau.
Pada keadaan tertentu, sulit menginterpretasi hasil treadmill seperti pada
pasien dengan kelainan EKG istirahat a.l.: LBBB, kelainan repolarisasi, LVH
dsb.
Pemeriksaan alternatif lain yang dapat dilakukan adalah ekokardiografi dan
teknik non-invasif penentuan kalsifikasi koroner dan anatomi koroner,
Computed Tomography, Magnetic Resonanse Arteriography, dengan
sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi. Di samping itu tes ini juga cocok
untuk pasien yang tidak dapat melakukan excercise, di mana dapat
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
6
dilakukan uji latih dengan menggunakan obat dipyridamole atau
dobutamine.
Hadirin yang saya muliakan,
Gambar 1. Algoritma Evaluasi pada Pasien dengan Gejala Angina
ACS management
algorithm
Suspected pulmonary
disease
CXR
Suspected heart failure, prior
mi, abnormal ECG, or clinical
examination, hypertension, or
DM Assessment of ischaemia
Exercise ECG
Or
Pharmacological stress imaging or exercise stress
imaging
Unstable syndrome
Reassure, refer for
investigation and/or
management of
alternative diagnosis if
appropriate
No evidence for cardiac
cause of symptoms
Re-assess likelihood of ischaemia as cause of
symptoms
Evaluate prognosis on the basis of clinical evaluation and noninvasive
test
Clinical evaluation
History and physical
ECG
Laboratory tests
Echocardiography (or
MRI) to assess structural
or functional
abnormalities
If diagnosis of CAD is secure,
but assessment of ventricular
function not already performed
for class I indications, then
assess ventricular function at
this stage
Low-risk
Annual CV mortality <>
year
Intermediate-risk
Annual CV mortality 1-2 % per
year
High-risk
Annual CV mortality >2 % per
year
Medical therapy Medical therapy
±
Coronary arteriography
Depending on level of
symptoms and clinical
judgment
Medical therapy
and
Coronary arteriography
for more complete risk stratification and
assessment of need for
revascularizaton
Coronary arteriography
if not already
performed
If symptomatic comtrol unsatisfactory, consider suitability for revascularization (PCI or
CABG)
Evaluate response to medical
therapy
High-risk coronary anatomy
known to benefit from
revascularisation ?
Revascularize
Yes
No
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
7
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah:
o Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan
kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi
terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat
dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik
yang akan (i) mengurang progresif plak (ii) menstabilkan plak, dengan
mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya (iii)
mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak.
Obat yang digunakan: Obat Antitrombotik: aspirin dosis rendah,
antagonis reseptor ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan ticlopidine;
obat penurun kolesterol (statin); ACE-Inhibitors; Beta-blocker; Calcium
channel blockers (CCBs).
o Untuk memperbaiki simtom dan iskemi: obat yang digunakan yaitu
nitrat kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta-blocker, CCBs.
Tatalaksana Umum
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan
tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu
diyakinkan bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan
dengan pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih
baik. Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll. perlu
ditangani secara baik (lihat selanjutnya pada bab pencegahan).
Cara pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii) revaskularisasi
miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya
menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup
dan mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.
Algoritme rekomendasi pengobatan angina dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengobatan Farmakologik
* Aspirin dosis rendah
Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin masih merupakan
obat utama untuk pencegahan trombosis. Meta-analisis menunjukkan,
bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dibandingkan dengan dosis
yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada semua
pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin juga
disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek samping
iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin
memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin
lainnya.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
8
* Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP
dan menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan
pada penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin.
AHA/ACC guidelines update 2006 memasukkan kombinasi aspirin dan
clopidogrel harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent,
lebih 1 bulan untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus
eluting stent, dan lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.
* Obat penurun kolesterol
Pengobatan dengan statin digunakan untuk mengurangi risiko baik pada
prevensi primer maupun prevensi sekunder. Berbagai studi telah
membuktikan bahwa statin dapat menurunkan komplikasi sebesar 39%
(Heart Protection Study), ASCOTT-LLA atorvastatin untuk prevensi
primer PJK pada pasca-hipertensi.
Statin selain sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme
lain (pleiotropic effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti
trombotik dll. Pemberian atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI
dapat mengurangi kerusakan miokard akibat tindakan.
Target penurunan LDL kolesterol adalah <>
risiko tinggi, DM, penderita PJK dianjurkan menurunkan LDL kolesterol
<>
* ACE-Inhibitor/ARB
Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi sekunder pada
pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi a.l., HOPE study,
EUROPA study dll. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat diganti dengan
ARB.
* Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek
venodilator sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri dapat
menurun sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga
akan menurun. Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan
yang mengalami aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan
menghambat agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak respons
dengan nitrat jangka pendek, maka harus diwaspadai adanya infark
miokard. Efek samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.
* Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek
katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan
penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat β dilakukan
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
9
dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi
terpenting pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta
disfungsi bilik kiri akut.
* Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium
dapat mengurangi keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau
penyekat β; selain itu berguna pula pada pasien yang mempunyai
kontraindikasi penggunaan penyekat β. Antagonis kalsium tidak
disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan
konduksi atrioventrikel.
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan
angina stabil menurut ESC 2006 sbb.:
1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa
kontraindikasi yang spesifik (cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi
aspirin, atau riwayat intoleransi aspirin) (level evidence A).
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner
(level evidence A).
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE
inhibitor, seperti hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard
infark dengan disfungsi ventrikel kiri, atau diabetes (level evidence A).
4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang
pernah mendapat infark miokard (level evidence A).
Revaskularisasi Miokard
Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil yang
disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan,
bedah pintas koroner (coronary artery bypass surgery = CABG), dan
tindakan intervensi perkutan (percutneous coronary intervention = PCI).
Akhir-akhir ini kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu
diperkenalkannya tindakan, off pump surgery dengan invasif minimal dan
drug eluting stent (DES).
Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah
infark ataupun untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih,
tergantung pada risiko dan keluhan pasien.
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
10
Gambar 2. Algoritma Penatalaksanaan Medis Pasien PJK Stabil Menurut
ESC 2006
Indikasi untuk Revaskularisasi
Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography
koroner dan tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner
adalah kandidat yang potensial untuk dilakukan tindakan revaskularisasi
miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan pada pasien, jika:
a. Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien.
b. Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard.
c. Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
d. Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan
biasa dan sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang
diberikan kepada mereka.
Immediate
short-term
relief
Treatment
aimed at
improving
prognosis
Treatment
aimed at
relief of
symptoms
Short-acting sublingual or buccal nitrate,
prn
Aspirin 75-150 mg od
Statin
± Titrate dose to get target cholesterol
ACE-inhibitor in proven CVD
Beta-blocker post-MI
Beta-blocker no prior-MI
Add calcium antagonist or long-acting
nitrate
Symptoms not controlled after dose
optimization
Symptoms not controlled after dose
optimization
Consider suitability for revascularization
Interchange statins or ezetimibe with lower
dose statin or replace with alternative lipidlowering
agent
Clorpidogrel 75 mg od
Calcium antagonist or long-acting nitrate or K-channel opener or if inhibitor
Symptoms not controlled on two
drugs after dose optimization
Contraindication
(e.g. aspirin allergic)
Intolerant or
contraindication
Intolerant (e.g.fatigue) or
contraindication*
Symptoms not controlled after dose
optimization
Intolerant
Either substitute
alternative subclass of
calcium antagonist or
long-acting nitrate Combination of nitrate and calcium
antagonist or K-channel opener
Level of evidence
Prognosis Symptoms
A B A
B/C
A/B
A A
B A
A/B
B/C
Stable angina for medical management
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
11
Tindakan Pembedahan CABG
Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibanding dengan
pengobatan, pada keadaan:
a. Stenosis yang signifikan (≥ 50%) di daerah left main (LM).
b. Stenosis yang signifikan (≥ 70%) di daerah proximal pada 3 arteri
koroner yang utama.
c. Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk
stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proximal dari left
anterior descending arteri koroner.
Tindakan PCI
Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya
dilakukan pada satu pembuluh darah saja, sekarang ini telah berkembang
lebih pesat baik oleh karena pengalaman, peralatan terutama stent dan
obat-obat penunjang. Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi
koroner yang sesuai maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih
pembuluh darah (multi-vessel) dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian
oleh tindakan ini berkisar 0.3-1%. Tindakan PCI pada pasien PJK stabil
dibandingkan dengan obat medis, tidaklah menambah survival dan hal ini
berbeda dibanding CABG.
Pemasangan Stent Elektif dan Drug-Eluting Stent (DES)
Pemasangan stent dapat mengurangi restenosis dan ulangan PCI
dibandingkan dengan tindakan balloon angioplasty. Saat ini telah tersedia
stent dilapisi obat (drug-eluting stent = DES) seperti serolimus, paclitaxel
dll. Dibandingkan dengan bare-metal stents, pemakaian DES dapat
mengurangi restenosis. Studi RAVEL menunjukkan restenosis dapat
dikurangi sampai 0%.
Direct stenting (pemasangan stent tanpa predilatasi dengan balon lebih
dulu) merupakan tindakan yang feasible pada penderita dengan stenosis
arteri koroner tertentu yaitu tanpa perkapuran, lesi tunggal, tanpa angulasi atau
turtoasitas berat. Tindakan direct stenting dapat mengurangi waktu tindakan/
waktu iskemik, mengurangi radiasi, pemakaian kontras, mengurangi biaya.
Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Primer (Primary PCI)
Pasien PJK stabil dan mengalami komplikasi serangan jantung mendadak
(SKA), mortalitasnya tinggi sekali (> 90%). Dengan kemajuan teknologi
sekarang ini telah dapat dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan
primer (primary PCI) yaitu suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan
melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
12
kateter balon dan seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini
dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah
dapat menjadi normal kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat
dihindari. PCI primer ialah pengobatan infark jantung akut yang terbaik saat
ini, karena dapat menghentikan serangan infark jantung akut dan
menurunkan mortalitas sampai di bawah 2%.
Revaskularisasi vs Pengobatan Medis
Pilihan tindakan pada PJK, apakah cukup dengan obat saja dan bagaimana
bila dibandingkan dengan revaskularisasi? Pada kebanyakan penderita PJK
stabil pengobatan medis dapat diberikan sebagai alternatif PCI dan
komplikasi yang terjadi lebih kecil dibandingkan PCI atau pembedahan
dalam follow up selama satu tahun pada studi MASS.
Dari studi ACIP (The Asymptomatic Cardiac Ischaemia Pilot) didapatkan
pada pasien dengan risiko tinggi mempunyai hasil yang lebih baik dengan
revaskularisasi.
Dari berbagai studi (ACME,RITA-2 trial) disebutkan bahwa PCI lebih baik
dalam memperbaiki kualitas hidup penderita dibanding obat medis. Pada
AVERT study, 341 pasien PJK stabil, fungsi ventrikel kiri normal, angina
kelas I atau II dibandingkan PCI dengan pengobatan medis atorvastatin 80
mg per hari. Dari hasil ini didapatkan bahwa pada pasien PJK stabil dan
risiko rendah, pengobatan medis termasuk obat penurun lemak secara
agressive mungkin sama efektif dengan PCI dalam hal pengurangan
kejadian iskemik. Simtom angina lebih baik dikendalikan oleh PCI.
Dapat dikatakan bahwa tindakan invasif dilakukan pada pasien dengan
risiko tinggi ataupun yang tidak terkontrol baik dengan obat medis,
sedangkan farmakoterapi saja pada pasien PJK stabil dengan risiko rendah.
Bagaimana Kemajuan Tindakan Revaskularisasi di Medan?
Satu hal yang membanggakan kita adalah bahwa tindakan revaskularisasi
sudah dapat dilakukan di Medan baik di RS H. Adam Malik maupun RS
swasta. Dalam kurun waktu 4 tahun sejak tahun 2003 sampai sekarang,
tindakan angiografi koroner sebanyak 928 kasus, tindakan PCI pemasangan
stent sebanyak 189 kasus (termasuk primary PCI) di RS H. Adam Malik.
Saat ini tindakan PCI elektif maupun primary PCI sudah rutin dikerjakan di
Medan.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
13
Hadirin yang berbahagia,
TINDAKAN PENCEGAHAN
Tidak ada motto kuno yang lebih baik dari ”Mencegah lebih baik daripada
mengobati”. Ini berlaku untuk siapapun, terlebih pada orang yang
mempunyai faktor risiko yang tinggi. Prioritas pencegahan terutama
dilakukan pada:
a. Pasien dengan PJK, penyakit arteri perifer, dan aterosklerosis
cerebrovaskular.
b. Pasien yang tanpa gejala namun tergolong risiko tinggi karena:
- Banyak faktor risiko dan besarnya risiko dalam 10 tahun ≥ 5% (atau
dengan usia lebih dari 60 tahun) untuk mendapat penyakit
kardiovaskular yang fatal.
- Peningkatan salah satu komponen faktor risiko: cholesterol ≥ 8 mmol/l
(320 mg/dl), low density lipoprotein (LDL) cholesterol ≥ 6 mmol/l (240
mg/dl), TD ≥ 180/110 mmHg.
- Pasien diabetes tipe 2 dan tipe 1 dengan mikroalbuminuria.
c. Keluarga dekat dari:
- Pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang lebih awal
- Pasien dengan risiko tinggi namun tanpa gejala.
d. Orang-orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan klinis.
1. Pedoman Pencegahan Primer Penyakit Jantung dan Stroke
Telah banyak bukti–bukti yang menunjukkan bahwa PJK dapat dicegah dan
penelitian untuk hal ini terus berlanjut. Dari hasil studi prospektif jangka
panjang menunjukkan bahwa orang dengan faktor risiko rendah
mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena PJK dan stroke.
ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk pencegahan penyakit
kardiovaskular yang ditentukan dari faktor risiko yang ada (lihat Tabel 3).
Usaha-usaha intervensi dengan cara nonfarmakologik dan farmakologik dan
berbagai uji klinis menunjukkan hal yang bermanfaat. (Tabel 4):
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 3. Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Berdasarkan Faktor Risiko
Faktor risiko Rekomendasi
Pencarian faktor risiko
Tujuan: orang dewasa harus
mengetahui tingkatan dan
pentingnya faktor risiko yang
diperiksa secara rutin.
Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak umur 20
tahun. Riwayat keluarga dengan PJK harus secara rutin
dipantau. Merokok, diet, alkohol, aktivitas fisik harus
dievaluasi secara rutin. Tekanan darah, indeks masa
tubuh, lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2 tahun.
Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula darah harus tetap
dipantau juga.
Estimasi faktor risiko secara
umum
Seluruh orang dewasa dengan
usia di atas 40 tahun harus
mengetahui faktor risiko
mereka untuk menderita
penyakit PJK. Tujuan:
menurunkan faktor risiko
sebesar-besarnya.
Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada perubahan faktor
risiko), khususnya orang dengan usia ≥ 40 tahun atau
seseorang dengan faktor risiko lebih dari 2, harus dapat
menentukan faktor risiko berdasar hitungan 10 tahun
faktor risiko. Faktor risiko yang dilihat adalah merokok,
tekanan darah, pemeriksaan kolesterol, kadar gula
darah, usia, jenis kelamin, dan diabetes. Pasien
diabetes atau risiko 10 tahun > 20% dianggap sama
pasien PJK (risiko PJK equivalen).
2. Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner
Prevensi sekunder pada individu yang sudah terbukti menderita PJK, adalah
upaya untuk mencegah agar PJK itu tidak berulang lagi (lihat Tabel 5).
Prevensi sekunder ini sangat perlu mengingat:
- Individu yang sudah pernah, atau sudah terbukti menderita PJK,
cenderung untuk mendapat sakit jantung lagi, lebih besar
kemungkinannya ketimbang orang yang belum pernah sakit jantung.
- Proses aterosklerosis yang mendasari PJK, bisa saja terjadi pada
pembuluh darah organ lain di otak yang menimbulkan cerebrovascular
disease (strok), pada aorta atau arteri karotis, arteri perifer dll. Oleh
sebab itu prevensi sekunder untuk PJK dapat juga merupakan prevensi
primer untuk penyakit aterosklerotik lainnya.
- Prevensi sekunder belum sepenuhnya mendapat perhatian (under
utilized) dari kalangan praktisi kedokteran, sebagaimana dilaporkan
WHO 2004, khususnya di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
15
Tabel 4. Intervensi Faktor Risiko
Faktor Risiko dan Perubahan yang diharapkan
Merokok:
Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok.
Kontrol Tekanan Darah
Tujuan TD <>
atau <>
Diet
Tujuan: Mengkonsumsi makanan yang menyehatkan.
Pemberian Aspirin
Tujuan: Aspirin dosis rendah pada penderita dengan risiko tinggi kardiovaskular
(khususnya penderita dengan risiko 10 tahun kejadian kardiovaskuler ≥
10%).
Pengaturan Lipid di dalam Tubuh
Tujuan Primer: LDL – C <160>
memiliki ≥ 2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau LDL-C <100>
risiko dimiliki dan memiliki 10% risiko CHD ≥ 20% atau jika pasien juga terkena
diabetes.
Tujuan Sekunder (jika LDL-C adalah target utama): jika trigliserid > 200 mg/dl, kemudian
digunakan non-HDL-C sebagai tujuan kedua; non HDL-C <190>
1; non-HDL-C <160>
sebesar ≤ 20%; non-HDL-C <>
risiko 10 tahun CHD > 20%.
Target terapi yang lain: trigliserid > 150 mg/dl; HDL-C <>
mg/dl pada wanita.
Aktivitas Fisik
Tujuan: aktivitas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas sedang
setiap hari dalam 1 minggu.
Pengaturan Berat Badan
Tujuan: Mencapai dan mempertahankan berat (BMI 18,5-24,9 kg/m2). Bila BMI ≥ 25
kg/m2, lingkar pinggang ≤ 40 inci pada pria dan ≤ 35 inci pada wanita.
Pengelolaan Diabetes
Tujuan: KGD puasa (<110>
Atrial Fibrilasi Kronik
Tujuan: Mencapai sinus ritme atau jika muncul atrial fibrilasi kronik, antikoagulan
dengan INR 2,0-3,0 (target 2,5).
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 5. Pedoman Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner dan
Penyakit Vaskular Lainnya menurut ACC/AHA 2006
Merokok
Tujuan: Berhenti total, tidak terpapar pada lingkungan perokok
Kontrol Tekanan Darah
Tujuan: TD <>
ginjal kronik
Pengelolaan Lipid
Tujuan: LDL-C <>
mg/dl
Aktivitas fisik
Tujuan: 30 menit, 7 hari dalam seminggu (minimal 5 hari dalam seminggu)
Pengaturan Berat Badan
Tujuan:BMI: 18,5 – 24,9 kg/m2. Lingkar pinggang: Pria <>
Pengelolaan Diabetes
Tujuan: HbA1c <>
Penggunaan obat Antiplatelet/Anticoagulant: Aspirin, clopidogrel, warfarin sesuai indikasi.
Penggunaan Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers: bila intoleran ganti dengan
ARB.
Penggunaan Β-Blockers: kecuali bila ada kontra indikasi.
Pemberian vaksinasi influenza pada pasien dengan kelainan kardiovaskular.
KESIMPULAN
1. Faktor-faktor risiko PJK seperti diabetes melitus, hipertensi,
hiperkolesterolemia, obesitas, merokok dll. dapat menyebabkan lapisan
endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami
kerusakan sehingga terbentuknya plak pada pembuluh koroner dan
menyebabkan aliran menjadi berkurang/iskemi miokard dan terjadi PJK.
Bila plak aterosklerotik mengalami ruptur dapat menyebabkan SKA
(serangan jantung mendadak).
2. Walau cara–cara diagnosis PJK bermacam-macam, setiap dokter harus
menyadari kemampuan dan keterbatasan masing-masing cara tersebut.
Untuk membuat suatu diagnosis yang menyeluruh, tidaklah selalu
seorang penderita harus menjalani semua pemeriksaan tersebut. Pada
seorang penderita uji latihan jasmani mungkin merupakan pemeriksaan
yang sudah mencukupi tetapi pada penderita lain mungkin diperlukan
arteriogafi koroner tanpa harus sebelumnya menjalani uji latihan
jasmani.
Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan Terkini
17
3. Pengobatan PJK yaitu: pengobatan farmakologis, tindakan intervensi
kardiologi dan pembedahan. Disamping itu tetap diperlukan modifikasi
gaya hidup dan mengatasi faktor risiko/penyebab agar progresi penyakit
dapat dihambat.
4. Tindakan PCI maupun bedah pintas jantung (CABG) dikerjakan sesuai
dengan indikasi yang tepat. Dengan kemajuan yang pesat dalam bidang
intervensi kardiologi, sebagian kasus PJK yang dulunya harus dilakukan
tindakan bedah jantung, sekarang ini dapat diatasi dengan PCI. Saat ini
tindakan PCI maupun primary PCI sudah rutin dikerjakan di Medan.
5. Pencegahan PJK penting sekali diperhatikan terutama pada kelompok
orang dengan risiko tinggi. Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak
umur 20 tahun terutama bila ada riwayat keluarga dengan PJK. Seluruh
orang dewasa usia di atas 40 tahun harus mengetahui faktor risiko dan
prediksi besarnya risiko PJK dalam 10 tahun dengan tujuan menurunkan
faktor risiko sebesar-besarnya. Pasien diabetes atau risiko 10 tahun >
20% dianggap sama pasien PJK (risiko PJK equivalen).

1 komentar: