Total Tayangan Halaman

Rabu, 16 Februari 2011

EFUSI PLEURA

1.  DEFINISI
Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam rongga pleura dengan jumlah yang lebih besar dari normal ( nilai normal 10-20 cc), sehingga dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologis dan munculnya kelainan restriktif pada paru.
Effusi pleura  adalah  pengumpulan cairan secara abnormal dalam rongga pleura dan merupakan suatu tanda penyakit tetapi tidak dengan sendirinya terjadi penyakit  ( Jay  H Stein MD, 2001 : 140 )
Effusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura dapat berupa transudat dan eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan Vena pulmonalis. Penimbunan eksudat timbul sekunder dari peradangan  atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.( Sylvia A Price, 1995 :704 )
Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah. Effusi pleura bukanlah suatu “disease entity“ tapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. (   Soeparman , Sarwono Waspadji , 1994 : 786  )

Dari keempat pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa effusi pleura adalah suatu dampak penyakit dari keadaan  terjadinya penumpukan /pengumpulan cairan , pus atau darah  dalam rongga pleura yang dapat berupa transudat dan eksudat. Effusi pleura merupakan suatu tanda atau gejala penyakit yang serius tetapi tidak dengan sendirinya terjadi penyakit, namun dapat mengancam jiwa penderitanya.
Tingkat besarnya effusi pleura ditentukan oleh faktor-faktor :
a.    Jumlah cairan yang sedemikian banyak sehingga terjadi pemburukan fungsi restriktif.
b.   Kecepatan pembentukan cairan. Makin cepat terjadi pembentukan cairan makin memperburuk keadaan penderita.
c.    Jenis cairan. Serohemorhagik lebih berbahaya dari non sero hemorhagik. Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk dalam satuan waktu  
        Untuk menggambarkan kecepatan pembentukan ini terdapat istilah effusi pleura maligna. Dimana jumlah cairan yang terbentuk jauh lebih besar dari jumlah cairan yang diabsorbsi sehingga menimbulkan kelainan fungsi restriktif selain dari pergeseran alat-alat mediastinal, pembentukan cairan ini disebabkan oleh keganasan.
            Bila terjadi pergeseran alat mediastinal baik yang disebabkan oleh terbentuknya cairan maupun karena aspirasi cairan, kedua keadaan dapat menimbulkan kegawatan paru.
            Persoalan pokok pada penderita effusi pleura maligna adalah mengatasi penambahan  jumlah cairan yang terjadi secara massive dalam waktu singkat. Makin tinggi kecepatan pembentukan cairan pleura makin tinggi pula tingkat kegawatan yang terjadi. Para penyelidikan juga membuktikan bahwa pembentukan cairan pleura karena tumor ganas baik metastasis ataupun primer dari pleura merupakan tanda prognosa yang buruk.





2. ETIOLOGI
a.       Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan   seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, sindroma Meig (tumor ovarium) dan sindroma vena cava superior.
b.      Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang ( tuberculosis, pneumonia, virus ), bronkiektasis, abses amoeba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, apabila tumor masuk ke cairan maka cairan berwarna merah karena trauma.
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2)  Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya,     tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3)  Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma,     infark paru, tuberkulosis.
4)  Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
Sebagian besar penyebab dari effusi pleura maligna ditimbulkan oleh tumor ganas paru, dan dapat disebabkan pula oleh berbagai penyakit antara lain infeksi (TBC, virus, parasit, jamur atau berbagai kuman lainnya). Sedangkan secara teoritis dapat timbul oleh karena malnutrisi, kelainan sirkulasi limphe, trauma thorak, infeksi pleura, sirosis hepatis, meigh syndrome, sub phrenic abses, vena cava superior syndrome, SLE, rheumatoid artritis dan radioterapi mediastinal serta berbagai sebab yang belum jelas (idiopatik).
Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-52 %. Berdasarkan jenis tumornya bisa karena tumor primernya atau metastasis dari tempat lain. Tumor-tumor primer lebih jarang menyebabkan effusi pleura dari pada tumor metastasis. Akan tetapi bila terdapat mesotelioma sebagian besar akan menyebabkan effusi pleura maligna.
Tumor-tumor pleura yang sering menimbulkan cairan pleura antara lain bronchogenig ca, ca mamma, limphoma atau tumor-tumor dari tempat lain seperti colon, rectum, abdomen, cervic, renal, kelenjar adrenal, pankreas, esophagus, thyroid, testis, osteogenic sarcoma dan multiple myeloma.
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan gejala penyakit, diantaranya :
-        Pleuritis karena virus dan mikoplasma
-        Pleuritis karena bakteri piogenik
-        Pleuritis tuberkulosa
-        Pleuritis karena jamur
-    Efusi pleura karena kelainan intra abdominal ( cirosis hepatis, syndrom Meig, dialisis peritoneal )
-     Efusi pleura karena penyakit kolagen ( lupus eritematosus, artritis rheumatoid, skleroderma ).
-  Efusi pleura karena gangguan sirkulasi ( gangguan kardiovaskuler, emboli pulmonal, hipoalbuminemia ).
-       Efusi pleura karena neoplasma ( mesotelioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, lymfoma maligna ).
-    Efusi pleura karena sebab lain ( trauma, uremia, miksedema, limfodema, demam familial mediteranian, reaksi hipersensitif terhadap obat, sydrom dressler, sarkoidosis ).



3. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

Terkumpulnya cairan di rongga pleura (efusi pleura) terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorpsi terganggu misalnya pada hiperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik, (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatik tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih.  Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh efek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya sub febril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan jika perlu torakskopi  untuk biopsi pleura.
Pada penanganannya, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga istrahat dan kalau perlu pemberian analgesik. Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik akan memberikan prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.

PATOFISIOLOGI

Hambatan reabsorpsi cairan dari rongga pleura /  Pembentukan cairan yang berlebihan karena radang
¯
Menghanbat kerja kapiler limfe untuk menyerap kelebihan cairan dan protein di interstisial
¯
Penumpukan cairan dan protein  di rongga pleura
¯
effusi pleura

Akumulasi cairan dalam rongga pleura
¯
Complience / Pengembangan paru tidak normal
¯
Suplai O2, CO2, dan Hidrogen Meningkat
¯
merangsang pusat pernafasan dimedula oblongata dan Vons voroli
¯
meningkatkan kerja diafragma dan muskulus interkostalis eksterna
¯
nafas cepat, dangkal
¯
Sesak


4. TANDA DAN GEJALA
       Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
-       Nyeri dada dan dipsnea
-       Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
-       Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
-       Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
-       Perkusi meredup di atas efusi pleura
-       Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
-       Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
-       Fremitus vokal dan raba berkurang
5. DAMPAK EFFUSI PLEURA TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR / POLA FUNGSI SISTEM    TUBUH
1.       Sistem /Pola Respirasi
Terakumulasinya cairan di rongga pleura menyebabkan penekanan terdapat paru– paru yang mengakibatkan daya pengembangan paru terganggu sehingga mengakibatksan sesak napas.
2.       Sistem Kardiovaskuler
Adanya peningkatan denyut nadi dan manifestasi dari sesak napas karena terjadi konfensasi tubuh terhadap kekurangan O2
3.       Sistem Gastro Intestinal /Pola Nutrisi
      Kegagalan nafas mengakibatkan aliran O2 ke otak berkurang diteruskan ke hipotalamus merangsang nervus vagus dan mengakibatkan peningkatan asam lambung maka terjadi mual dan tidak ada nafsu makan.
4.       Sistem/ Pola Aktivitas dan Istirahat
Sesak nafas pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

6. FOKUS PENGKAJIAN  
            A. Anamnesis:
Pada umumnya tidak bergejala . Makin banyak  cairan yang tertimbun makin cepat dan jelas timbulnya keluhan karena menyebabkan sesak, disertai demam sub febril pada kondisi tuberkulosis.

B.     Kebutuhan istrahat dan aktifitas
-       Klien mengeluh lemah, napas pendek dengan usaha sekuat-kuatnya, kesulitan  tidur, demam pada sore atau malam hari disertai keringat banyak.
-       Ditemukan adanya tachicardia, tachypnea/dyspnea dengan usaha bernapas se-  kuat-kuatnya, perubahan kesadaran (pada tahap lanjut), kelemahan otot ,    nyeri      dan stiffness (kekakuan).
C.     Kebutuhan integritas pribadi
a.       Klien mengungkapkan faktor-faktor stress yang panjang, dan kebutuhan akan pertolongan dan harapan
b.      Dapat ditemukan perilaku denial (terutama pada tahap awal) dan kecemasan
D.    Kebutuhan Kenyamanan/ Nyeri
-         Klien melaporkan adanya nyeri dada karena batuk
-         Dapat ditemukan perilaku melindungi bagian yang nyeri, distraksi, dan kurang istrahat/kelelahan
E.     Kebutuhan Respirasi
-          Klien melaporkan batuk, baik produktif maupun non produktif, napas pendek, nyeri dada
-          Dapat ditemukan peningkatan respiratory rate karena penyakit lanjut dan fibrosis paru (parenkim) dan pleura, serta ekspansi dada yang asimetris, fremitus vokal menurun, pekak pada perkusi suara nafas menurun atau tidak terdengan pada sisi yang mengalami efusi pleura. Bunyi nafas tubular disertai pectoriloguy yang lembut dapat ditemukan pada bagian paru yang terjadi lesi. Crackles dapat ditemukan di apex paru pada ekspirasi pendek setelah batuk.
-      Karakteristik sputum : hijau/purulen, mucoid kuning atau bercak darah
-      Dapat pula ditemukan deviasi trakea
F.      Kebutuhan Keamanan
-     Klien mengungkapkan keadaaan imunosupresi misalnya kanker, AIDS , demam sub febris
-      Dapat ditemukan keadaan demam akut sub febris
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).

7.    TERAPI

1.      Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa effusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disampng itu punksi dituukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal.
 Jumlah cairan yang boleh diasirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umm penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.       Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b.      Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.       Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
a.       Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
b.      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
c.       Aspirasi pleura dapat menimbulkan skunder aspirasi.

2.      Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3.      Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
1.      Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg
2.      Pleurodysis
Dapat dipergunakan darah atau glukosa atau dengan talc poudrage dengan tujuan untuk menghilangkan rongga pleura.
3.      Pleurectomy/ dekortikasi
Dengan tujuan untuk menghilangkan pleura, sering dilakukan pada carcinoma mamma.
4.      Memasukan bahan-bahan radioaktif
a.       Dapat digunakan Au 198 sebanyak 75-150 mc sampai dengan dosis 450 mc
b.      P32 (Cr P32O4) sebanyak 10-20n mc.
c.       Yetrium 90.
Walaupun berbagai penlitian tidak menunjukkan hasil yang baik akan tetapi pada metastase carcinoma mamma menunjukkan hasil yang lebih baik daripada carcinoma paru primer.
5.      Citostatic intra pleura.
Zat-zat yang digunakan biasanya :
a.       Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg dalam 100 cc larutan garam.
b.      Theothepa 20-50 mg intra pleura
c.       Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades
d.      Fluoro uracil dan mitomycine
6.      Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..
7.      Pembedahan
WSD ( Water Seal Drainage) merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

Indikasi dan tujuan pemasangan WSD
1.      Indikasi :
Ø  Pneumotoraks, hemotoraks, empyema
Ø  Bedah paru :
-          karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
-          reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC
-          lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC
2.      Tujuan pemasangan WSD
Ø  Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
Ø  Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
Ø  Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks
Ø  Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.

Prinsip kerja WSD
1.      Gravitasi              : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah.
2.      Tekanan positif     : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761 mmHg )
3.      Suction
Jenis WSD
1)   Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :
-          Penyusunannya sederhana
-          Mudah untuk pasien yang berjalan
Kerugiannya adalah :
-          Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan
-          Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
-          Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase
2)   Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
-          Mempertahankan water seal pada tingkat konstan
-          Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik

Kerugian :
-          Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke dalam area pleura.
-          Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol.
-          Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.

3)   Tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
-      sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.
Kerugian :
-       Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan.
-       Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi

4)      Unit drainage sekali pakai
Ø  Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan  pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
-    Plastik dan tidak mudah pecah
Kerugian :
-     Mahal
-     Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.
Ø  Fluther valve
Keuntungan :
-      Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
-      Kurang satu ruang untuk mengisi
-      Tidak ada masalah dengan penguapan air
-      Penurunan kadar kebisingan
Kerugian :
-     Mahal
-    Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.
Ø  Calibrated spring mechanism
Keuntungan :
-     Idem
-     Mampu mengatasi volume yang besar
Kerugian
-     Mahal
Tempat pemasangan WSD
1.      Bagian apeks paru ( apikal )
2.      Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal
3.      Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).
Indikasi pengangkatan WSD
1.      Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
-      Tidak ada undulasi
-      Tidak ada cairan yang keluar
-      Tidak ada gelembung udara yang keluar
-      Tidak ada kesulitan bernafas
-      Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
2.      Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada selang


Mekanisme Post Op. Pemasangan WSD

Post Op. Pemasangan WSD
¯
Terputusnya Kontinuitas jaringan
¯
Merangsang pengeluaran bradikinin, histamin, serotonin, dan prostaglandin
¯
Merangsang reseptor nyeri
¯
Fraktus spinothalaminatus
¯
thalamus
¯
Kortec cerebri
¯
Nyeri dipersepsikan



Adanya luka post op.
¯
port de entre mikroorganisme
¯
Media yang baik untuk berkembangnya mikroorganisme
¯
Resiko Infeksi


8.     PROSEDUR DIAGNOSTIK
a)        Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru – paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719).
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis  tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
b)        Pemeriksaan laboratorium
(1)      Darah
Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal 91).
(2)      Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal 447, th 1996).
(3)      Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721, Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446).
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a.         Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat                          Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl             < 3                               > 3
Kadar protein dalam effusi                    < 0,5                            > 0,5
Kadar protein dalam serum                   
Kadar LDH dalam effusi (1-U)             < 200                           > 200
Kadar LDH dalam effusi                       < 0,6                            > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi                         < 1,016                        > 1,016
Rivalta                                                    Negatif                                    Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :
-    Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-            Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b.         Analisa cairan pleura
-            Transudat                  : jernih, kekuningan
-            Eksudat                    : kuning, kuning-kehijauan
-            Hilothorax                : putih seperti susu
-            Empiema                   : kental dan keruh
-            Empiema anaerob     : berbau busuk
-            Mesotelioma             : sangat kental dan berdarah
c.         Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil          : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB   paru
Banyak Limfosit         : Tuberculosis, limfoma,  keganasan.
Eosinofil meningkat    : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit                       : Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak            : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi                        : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
d.        Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
-          Kultur sputum  : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
-          Apusan darah asam Zehl-Neelsen : positif basil tahan asam
-          Skin test : positif bereaksi (area indurasi 10 mm, lebih besar, terjadi selama 48 – 72 jam setelah injeksi.
-          Foto thorax : pada tuberkulosis ditemukan infiltrasi lesi pada lapang atas paru, deposit kalsium pada lesi primer, dan adanya batas sinus frenikus kostalis yang menghilang, serta gambaran batas cairan yang melengkung.
-          Biakan kultur : positif Mycobacterium tuberculosis
-          Biopsi paru : adanya giant cells berindikasi nekrosi (tuberkulosis)
-          Elektrolit : tergantung lokasi dan derajat penyakit, hyponatremia disebabkan oleh retensi air yang abnormal pada tuberkulosis lanjut yang kronis
-          ABGs : Abnormal tergantung lokasi dan kerusakan residu paru-paru
-          Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik tahap lanjut.

9.    DIET
a.        Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan reflek.          
b.        Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional :  Di’it TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan  kalori dan semua asam amino esensial.
c.        Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
   Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar